Revenge Quitting: Mengapa Banyak Orang Memutuskan Untuk Meninggalkan Pekerjaan Mereka dengan Cara Dramatis?


Pernah dengar istilah revenge quitting? Fenomena ini sedang ramai diperbincangkan, terutama di kalangan pekerja muda. Apa sih revenge quitting itu? Singkatnya, ini adalah saat seseorang memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan mereka dengan cara yang dramatis, bahkan sering kali dibagikan di media sosial. Bisa dibilang, ini adalah bentuk protes terhadap kondisi kerja yang tidak lagi menyenangkan.


Salah satu contoh yang viral adalah cerita Brianna Slaughter, seorang guru asal Amerika yang bekerja di Jepang. Setelah merasa lelah dengan manajemen yang terlalu mengatur dan kondisi kerja yang tidak sehat, Brianna memutuskan untuk mengundurkan diri dengan membuat video di TikTok. Video tersebut menjadi viral dan menginspirasi banyak orang untuk berani mengambil langkah serupa. Siapa sangka, setelah pengunduran dirinya, Brianna malah sukses menjadi pembuat konten dan mendapat penghasilan yang luar biasa.

Mengapa Revenge Quitting Populer?

Fenomena ini memang lebih banyak ditemukan di kalangan generasi muda, terutama mereka yang berusia 18 hingga 34 tahun. Generasi ini lebih berani melawan kultur kerja yang dianggap toksik, di mana kesejahteraan diri seringkali dikorbankan demi pekerjaan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang mungkin lebih takut kehilangan pekerjaan, generasi ini lebih mengutamakan kebahagiaan dan kesehatan mental mereka.

Menurut sebuah survei, sekitar 15% pekerja mengaku pernah melakukan revenge quitting. Banyak alasan di balik keputusan ini, mulai dari manajemen yang buruk, budaya perusahaan yang tidak mendukung, hingga gaji yang dianggap tidak sesuai dengan usaha yang telah dikeluarkan. Karyawan yang merasa tidak dihargai atau tertekan bisa merasa bahwa revenge quitting adalah cara untuk merebut kembali kendali atas hidup mereka.

Dampaknya bagi Perusahaan

Walau terdengar seperti sebuah pembalasan yang menyenangkan, revenge quitting tidak hanya berisiko merusak reputasi perusahaan, tetapi juga bisa menurunkan semangat kerja bagi karyawan lain. Bayangkan, seorang karyawan yang mendadak pergi begitu saja, tanpa memberi peringatan lebih dulu. Ini bisa mengganggu operasional perusahaan dan membuat suasana kerja semakin tidak kondusif.

Namun, di balik itu semua, revenge quitting juga bisa menjadi peringatan bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan kebutuhan karyawan mereka. Perusahaan yang gagal memberikan dukungan yang baik, tidak menghargai kontribusi, atau menciptakan lingkungan kerja yang toksik, bisa kehilangan talenta terbaik mereka.

Apa Yang Bisa Belajar dari Fenomena Ini?

Fenomena revenge quitting ini mengajarkan kita bahwa dunia kerja sedang mengalami perubahan besar. Banyak orang, terutama dari generasi muda, yang mulai lebih memprioritaskan kesejahteraan diri dan menginginkan pekerjaan yang tidak hanya memberikan gaji, tetapi juga memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang secara pribadi.

Jika kamu seorang pekerja, ini adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi apakah pekerjaanmu benar-benar memberikan dampak positif bagi hidupmu. Jangan ragu untuk mempertimbangkan apakah lingkungan kerja yang ada sesuai dengan nilai dan aspirasi pribadimu.

Bagi perusahaan, ini adalah waktu yang tepat untuk berbenah. Pastikan kamu membangun budaya kerja yang sehat, mendengarkan kebutuhan karyawan, dan memberikan apresiasi yang layak untuk setiap kontribusi mereka. Jangan tunggu sampai mereka memilih untuk pergi dengan cara yang dramatis!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Munculnya Chief Well-being Officer

Achieving Work-Life Balance: The First Step Towards a Healthier and Happier Life

Perusahaan atau Jadi Freelancer? Nomor 3 Pasti Bikin Kamu Kaget!